SENI TEATER SEBAGAI PEMBANGKIT KREATIFITAS, DISIPLIN DAN TANGGUNGJAWAB
Tulisan yang akan anda baca ini adalah makalah buk Nang Sam (Dra Syahlinar Udin) yang diperoleh saat bersilaturahim kerumah beliau beberapa bulan yang lalu. Saat itu kami terlibat dalam pembicaran tentang sandiwara yang ada di televisi dan teater-teater kecil disekolah dan kampus. Diakhir diskusi buk Nang memberikan sebuah makalah. Makalah ini menarik dan perlu dibaca pembaca seperti masyarakat sastera, terutama bagi para pelaku seni teater (drama). Judul asli tulisan buk Nang Sam adalah “Seni Teater Sebagai Media Pengembangan Kreatifitas”. Selamat membaca, mudah-mudahan bermanfaat (Haslizen Hoesin).
Pendahuluan
Berteater sudah disenangi oleh masysrakat. Hal ini terbukti dengan munculnya berpuluh grup teater baik didaerah maupun di pusat. Gejala ini dapat dianggap sebagai suatu hal yang menggembirakan. Sebab, selama ini teater dianggap sebagai suatu bentuk kesenian yang sulit dipahami dan kurang diminati. Akibatnya bentuk ini seolah-olah dikucilkan. Tapi akhir-akhir ini hambatan itu mulai hilang. Keadaan ini tentu sebagai hasil usaha tokoh-tokoh teater yang tidak kenal lelah untuk terus berkarya ditengah kemiskinan teater itu sendiri. Disamping itu pemerintah juga membantu dengan menurunkan dana, yang kemudian dipergunakan untuk menggiatkan bidang kesenian ini. Misalnya mendirikan tempat pertunjukan dan mengadakan festival, ataupun pertemuan para teaterawan.
Tindakan pemerintah tidak hanya disitu saja. Teater mulai dibakukan dalam kurikulum sekolah, meskipun masih terbatas pada pada kurikulum SLTA. Namun sumbangan sudah cukup panyak dalam meraih penggemar. Banyak remaja yang tersedot dalam kegiatan ini. Baik disekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
Dalam lingkungan mahasiswa kegiatan ini cukup popular. Terbukti dari laporan wartawan TVRI dalam jurnal Porseni antar perguruan tinggi di berbagai wilayah. Para pengelola kesenian perguruan tinggi yang diinterview umumnya melaporkan bahwa di kampus mereka teater merupakan satu bentuk kesenian yang disenangi, disamping bentuk kesenian lain.
Gejala paling akhir menunjukkan variasi lain. Pemerintah bahkan mulai memanfaatkan bentuk kesenian ini untuk menyampaikan beberapa pesan. Bentuk ini lebih dikenal dengan nama “sosio drama”. Pemanfaatan seperti ini menunjukkan bahwa teater mempunyai nilai-nilai positif baik dari sebagai hiburan maupun sebagai media komunikasi.
Banyak lagi nilai positif lain yang dapat diambil dari kegiatan berteater. Antara lain, kesenian ini dapat dijadikan media pengembangan kreatifitas. Caranya ialah dengan memanfaatkan peluang yang disediakan oleh teater itu sendiri sebagai sebuah bentuk karya kesenian yang menghimpun banyak bentuk kesenian lain dalam perwujudannya di pentas.
Berteater sudah disenangi oleh masysrakat. Hal ini terbukti dengan munculnya berpuluh grup teater baik didaerah maupun di pusat. Gejala ini dapat dianggap sebagai suatu hal yang menggembirakan. Sebab, selama ini teater dianggap sebagai suatu bentuk kesenian yang sulit dipahami dan kurang diminati. Akibatnya bentuk ini seolah-olah dikucilkan. Tapi akhir-akhir ini hambatan itu mulai hilang. Keadaan ini tentu sebagai hasil usaha tokoh-tokoh teater yang tidak kenal lelah untuk terus berkarya ditengah kemiskinan teater itu sendiri. Disamping itu pemerintah juga membantu dengan menurunkan dana, yang kemudian dipergunakan untuk menggiatkan bidang kesenian ini. Misalnya mendirikan tempat pertunjukan dan mengadakan festival, ataupun pertemuan para teaterawan.
Tindakan pemerintah tidak hanya disitu saja. Teater mulai dibakukan dalam kurikulum sekolah, meskipun masih terbatas pada pada kurikulum SLTA. Namun sumbangan sudah cukup panyak dalam meraih penggemar. Banyak remaja yang tersedot dalam kegiatan ini. Baik disekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
Dalam lingkungan mahasiswa kegiatan ini cukup popular. Terbukti dari laporan wartawan TVRI dalam jurnal Porseni antar perguruan tinggi di berbagai wilayah. Para pengelola kesenian perguruan tinggi yang diinterview umumnya melaporkan bahwa di kampus mereka teater merupakan satu bentuk kesenian yang disenangi, disamping bentuk kesenian lain.
Gejala paling akhir menunjukkan variasi lain. Pemerintah bahkan mulai memanfaatkan bentuk kesenian ini untuk menyampaikan beberapa pesan. Bentuk ini lebih dikenal dengan nama “sosio drama”. Pemanfaatan seperti ini menunjukkan bahwa teater mempunyai nilai-nilai positif baik dari sebagai hiburan maupun sebagai media komunikasi.
Banyak lagi nilai positif lain yang dapat diambil dari kegiatan berteater. Antara lain, kesenian ini dapat dijadikan media pengembangan kreatifitas. Caranya ialah dengan memanfaatkan peluang yang disediakan oleh teater itu sendiri sebagai sebuah bentuk karya kesenian yang menghimpun banyak bentuk kesenian lain dalam perwujudannya di pentas.
Pengertian Istilah
Kata teater berasal dari bahasa Yunani “theatron, artinya tempat (gedung pertujukan). Kata theatron diturunkan dari kata “theomai”, berarti memandang dengan takjub. Dengan demikian teater (theatron) mencakup pengertian, terdapat tempat pertunjukan, ada yang dipandang (ditonton) dan ada yang memandang (penonton).
Pengertian di atas dikembangkan dalam bentuk definisi-definisi sebagai berikut:
a. Teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuh sebagai media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, diwujudkan dalam suatu karya seni yang ditunjang dengan unsur-unsur suara atau bunyi, rupa dan gerak (Dep. Pdan K, JKT 1978/1979:2). Di sini teater diartikan sebagai suatu kegiatan kesenian yang luas. Semua bentuk kesenian yang memanfaatkan tubuh manusia sebagai unsur utama disebut teater, misal: tari, randai, sulap, dsb.
b. Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan diats pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media: percakapan, gerak dan luku, dengan atau tanpa dekor (layar dan sebagainya) dengan atau tanpa musik, nyanyian dan tarian (Hariyawan RMA, 1976:2). Definisi kedua ini, membatasi diri pada sejenis pertunjukan saja, yaitu drama, dengan demikian kegiatan berteater sama artinya dengan kegiatan berdrama, satu karya seni yang bertolak dari naskah. Ciri ini menyebabkan drama itu dinamakan teater naskah. Sekaligus juga disebut teater modern, merupakan satu diantara banyak alasan untuk membedakannya dengan teater tradisional yang bertolak dari sastra lisan.
Kata teater berasal dari bahasa Yunani “theatron, artinya tempat (gedung pertujukan). Kata theatron diturunkan dari kata “theomai”, berarti memandang dengan takjub. Dengan demikian teater (theatron) mencakup pengertian, terdapat tempat pertunjukan, ada yang dipandang (ditonton) dan ada yang memandang (penonton).
Pengertian di atas dikembangkan dalam bentuk definisi-definisi sebagai berikut:
a. Teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuh sebagai media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, diwujudkan dalam suatu karya seni yang ditunjang dengan unsur-unsur suara atau bunyi, rupa dan gerak (Dep. Pdan K, JKT 1978/1979:2). Di sini teater diartikan sebagai suatu kegiatan kesenian yang luas. Semua bentuk kesenian yang memanfaatkan tubuh manusia sebagai unsur utama disebut teater, misal: tari, randai, sulap, dsb.
b. Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan diats pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media: percakapan, gerak dan luku, dengan atau tanpa dekor (layar dan sebagainya) dengan atau tanpa musik, nyanyian dan tarian (Hariyawan RMA, 1976:2). Definisi kedua ini, membatasi diri pada sejenis pertunjukan saja, yaitu drama, dengan demikian kegiatan berteater sama artinya dengan kegiatan berdrama, satu karya seni yang bertolak dari naskah. Ciri ini menyebabkan drama itu dinamakan teater naskah. Sekaligus juga disebut teater modern, merupakan satu diantara banyak alasan untuk membedakannya dengan teater tradisional yang bertolak dari sastra lisan.
Pementasan
Dalam proses terwujudnya suatu pementasan drama (teater) diperlukan beberapa unsur, yaitu: 1. Naskah, 2. Pemain, 3. Sutradara dan orang-orangnya, 4. Pentas dan peralatannya dan 5. Penonton. Kelima unsur diatas saling kait-mengait dan saling membutuhkan.
Naskah adalah bentuk tertulis dari apa yang akan digelar dalam karya teater. Di dalam Naskah dijelaskan masalah, jalinan cerita, perwatakan dsb. Bagaimana bentuk perwujudannya di pentas sangat tergantung dari penafsiran seorang sutradara dan kemungkinan yang ditawarkan naskah itu sendiri.
Pemain adalah seorang yang dituntut untuk menghidupkan naskah di pentas. Tuntutan ini melahirkan dua fungsi yaitu: Pertama aktor (pemain) adalah alat. Sebagai alat dia harus patuh pada perinth yang memperalatnya yaitu sutradxara. Kedua seorang seniman. Sebagai seniman ia harus mengembangkan dirinya dalam mewsujudkan perannya. Ia harus kreatif sehingga muncullah gaya khas pribadinya sebagai seorang pemain teater. Dia harus mampu pula melahirkan ide-ide dalam bentuk akting yang meyakinkan. Modal utama untuk berakting adalah tubuh.
Sutradara, dalam suatu pementasan peranan sutradara sangat penting. Ia berfungsi sebagai penghubung antara nasakah (pengarang) dengan pemain dan petugas lain seperti penata pentas, penata rias, busana, cahaya serta petugas-petugas lain. Sutradara bertindak sebagai coordinator. Dia bertanggungjawab terhadap keberhasilan suatu pergelaran. Sutradaralah yang menafsirkan naskah, dan menciptakan ide-ide agar karya teaternya menjadi tontonan yang menarik dan komunikatif.
Petugas-petugas, mereka bertanggung jawab terhadap perwujudan visual . Merekalah yang merencanakan pemilihan dan penempatan benda-benda di pentas. Kerja ini menuntut imajinasi dan kreatifitas. Mereka berperan pada penata rias, kosum (busana), cahaya, suara dsb. Semua komponen harus saling terkait tetapi tetap tidak kehilangan kebebasan untuk mewujudkan diri.
Pentas dan peralatan, berdasarkan asal kata teater, memang dibutuhkan suatu tempat tertentu untuk pergelaran. Begitu juga tentang peralatan yang tampak di pentas, sering dipilih hanya simbul-simbul saja. Untuk menyulap keadaan ini, siapa bilang tidak perlu ide dan kreatifitas.
Penonton, merupakan syarat penting dalam suatu pergel;aran, juga sebagai penentu terwujudnya pertunjukan yang teatrikal. Penonton mampu menimbulkan ilham, dorongan tertentu kepada pemain, sehingga permainnya lebih mengesankan. Dengan kata lain antara pemain dan penonton saling mempengaruhi. Dalam fungsi seperti inilah kedua kelompok saling menarik keuntungan dari kehadiran masing-masing.
Dalam proses terwujudnya suatu pementasan drama (teater) diperlukan beberapa unsur, yaitu: 1. Naskah, 2. Pemain, 3. Sutradara dan orang-orangnya, 4. Pentas dan peralatannya dan 5. Penonton. Kelima unsur diatas saling kait-mengait dan saling membutuhkan.
Naskah adalah bentuk tertulis dari apa yang akan digelar dalam karya teater. Di dalam Naskah dijelaskan masalah, jalinan cerita, perwatakan dsb. Bagaimana bentuk perwujudannya di pentas sangat tergantung dari penafsiran seorang sutradara dan kemungkinan yang ditawarkan naskah itu sendiri.
Pemain adalah seorang yang dituntut untuk menghidupkan naskah di pentas. Tuntutan ini melahirkan dua fungsi yaitu: Pertama aktor (pemain) adalah alat. Sebagai alat dia harus patuh pada perinth yang memperalatnya yaitu sutradxara. Kedua seorang seniman. Sebagai seniman ia harus mengembangkan dirinya dalam mewsujudkan perannya. Ia harus kreatif sehingga muncullah gaya khas pribadinya sebagai seorang pemain teater. Dia harus mampu pula melahirkan ide-ide dalam bentuk akting yang meyakinkan. Modal utama untuk berakting adalah tubuh.
Sutradara, dalam suatu pementasan peranan sutradara sangat penting. Ia berfungsi sebagai penghubung antara nasakah (pengarang) dengan pemain dan petugas lain seperti penata pentas, penata rias, busana, cahaya serta petugas-petugas lain. Sutradara bertindak sebagai coordinator. Dia bertanggungjawab terhadap keberhasilan suatu pergelaran. Sutradaralah yang menafsirkan naskah, dan menciptakan ide-ide agar karya teaternya menjadi tontonan yang menarik dan komunikatif.
Petugas-petugas, mereka bertanggung jawab terhadap perwujudan visual . Merekalah yang merencanakan pemilihan dan penempatan benda-benda di pentas. Kerja ini menuntut imajinasi dan kreatifitas. Mereka berperan pada penata rias, kosum (busana), cahaya, suara dsb. Semua komponen harus saling terkait tetapi tetap tidak kehilangan kebebasan untuk mewujudkan diri.
Pentas dan peralatan, berdasarkan asal kata teater, memang dibutuhkan suatu tempat tertentu untuk pergelaran. Begitu juga tentang peralatan yang tampak di pentas, sering dipilih hanya simbul-simbul saja. Untuk menyulap keadaan ini, siapa bilang tidak perlu ide dan kreatifitas.
Penonton, merupakan syarat penting dalam suatu pergel;aran, juga sebagai penentu terwujudnya pertunjukan yang teatrikal. Penonton mampu menimbulkan ilham, dorongan tertentu kepada pemain, sehingga permainnya lebih mengesankan. Dengan kata lain antara pemain dan penonton saling mempengaruhi. Dalam fungsi seperti inilah kedua kelompok saling menarik keuntungan dari kehadiran masing-masing.
Pemanfaatan Kegiatan Berteater
Terdapat tiga jenis kegiatan berteater. Pertama kegiatan penciptaan, keduakegiatan pementasan dan ketiga kegiatan penilaian. Memang ada kecendrungan untuk menganggap bahwa yang paling penting dari ketiga kegiatan itu adalah pementasan. Sehingga kegiatan yang lain kurang mendapat perhartian. Padahal semua kegiatan itu sama pentingnya dan sama mampunya, untuk menyumbangkan manfaat bagi kegiatan teater itu sendiri.
Yang dimaksud dengan kegiatan penciptan disini adalah penciptaan naskah (karya sastra). Pencipta bisa saja orang teater sendiri, bisa juga satrawan lain diluar dunia ini. Pada umumnya di Indonesia naskah drama lebih banyak diciptakan oleh pengarang yang pada mulanya aktif dalam penulisan novel, cerpen dan puisi. Mutu naskah yang dihasilkan bisa saja sama baiknya.
Baik naskah drama maupun nondrama, bersumber dari pengamatan pengarang terhadap kehidupan manusia. Banyak masalah muncul dalam kehidupan manusia, seperti: kelahiran, kematian, kegelisahan, harapan dan sebagainya. Naskah drama memilih satu diantara persoalan yang menimbulkan konflik. Sebab konflik kemanusiaan merupakan dasar (hakekat) sebuah drama. Konsep ini dikembangkan oleh Ferdiana Brunetiere menjadi “low of drama” yang berpokok bahwa lakon harus menghidupkan pernyataan dari kehendak manusia mengahadapi dua kekuatan yang saling ber oposisi (Herymawan: 6). Katakanlah bahwa naskah drama mengekspos pebenturan antara suatu keinginan dengan kekuatan lain yang menentang terwujudnya keinginan itu.
Bagi pengarang, kegiatan ini berfungsi sebagai penyaluran daya cipta. Karyanya merupakan perwijudan dan penyimpulan dari pengetahuan dan pengamatan terhadap lingkungan. Selanjutnya kegiatan seperti ini menyebabkan pengarang berkembang kepribadiannya. Bukan saja karena ia telah berhasil menyatakan dirinya tetapi ia juga akan mempengaruhi orang lain. Misalnya grup-grup teater, mereka akan teransang perproduksi, sebab naska tersedia.
Pementasan berarti kegiatan mengangkat naskah ke pentas. Secara garis besar kegiatan ini dapat ibadi menjadi dua tahap, yaitu saat latiahan dan pementasan (pertunjukan) itu sendiri . Tentu saja latihan baru bisa dilaksanakan kalau segala sesuatu yang berkaitan telah dirancang dengan matang. Misalnya sutradara telah selesai dalam tugasnya menghayati maskah, menentukan pemain, menyusun jadwal latihan dan mengorder petugas-petugas.
Masa latihan memberikan berbagai manfaat pada pengikutnya. Masa ini tidak saja berperan sebagai masa untuk menyalurkan kreatifitas, membina kekompakan kelompok, sebagai arena diskusi bahkan juga sebagai tempat rekreasi.
Seperti diketahui penemtasan drama merupakan penggabungan berbagai bentuk kesenian. Ada Senirupa (dekorasi), seni merias wajah dsb. Penggabungan ini tentu saja menghendaki perencanaan, sehingga penciptaan setiap bagian tidak saling bertabrakan, sebab semuaunsur pdnunjang ini membantu dalam memproyeksikan naskah ke pentas. Baik dari segi pengungkapan watak, penampilan emosi cerita maupun menarik perhatian dan mempengaruhi jiwa penonton.
Kekompakan grup harus sudah diawali sejak masa latihan. Kekompakan akan terwujud apabila setiap individu menyadari tugas dan bertanggungjawab terhadap kelancaran tugas tsb. Setiap pengingkaran tanggungjawab akan menyebabkan kegiatan macet, latihan tidak jadi atau nanti pertunjukan tidak sempurna. Disamping itu kedisiplinanpun memegang peran penting. Perlu adanya ketaatan menepati jadwal, sehingga tidak ada waktu terbuang. Apabila tanggungjawab dan disiplin ini telah mengakar pada setiap anggota grup, maka hilanglah segala persaingan, kecengengan yang tidak perlu, maka akan muncullah kecendungan untuk meninggikan kepentingan grup lebih tinggi dari kepentingan sendiri. Akhirnya semboyan: pertunjukan harus jalan, apapun yang terjadi tidak lagi merupakan sesuatu yang tak mungkin dicapai.
Diskusipun dapat dilakukan selama latihan. Ide utama memang datang dari sutradara. Tetapi itu tidak berarti bahwa tertutup kemungkinan untuk ide yang lain, yang mungkin datang dari pemain, penata pentas atau dari petugas lain. Arena diskusi selalu memberi kesempatan untuk mempertanyakan segala sesuatu, baik keefektifannya maupun segi keindahan gerak atau dialog dan kemungkinan-kemungkinan lain. Dengan demikian latihan yang diikuti dengan diskusi bisa jadi arena pembentukan kepibadian, tempat untuk belajar mendengarkan pendapat orang lain, sekaligus menguji dan menilai seberapa jauh pengetahuan seseorang terhadap dunia yang sedang disibukinya. Orang bisa saja mengatakan bahwa akhirnya waktu untuk latihan akan habis untuk diskusi dan mungkin saja hasilnya tidak akan lebih baik. Orang yang berpendapat begini tentu lupa, bahwa sutradara tetap merupakan tokoh pelerai, tempat memulangkan semua masalah. Bukankah penyutradaraan yang terbaik adalah penyutradaraan yang demokratis?
Kerutinan sering merupakan kejenuhan. Pada taraf ini orang butuh rekreasi. Butuh pertukaran suasana. Untuk berekreasi orang tidak selalu harus ke pantai (laut) atau ke gunung. Dengan selingan kegiatan atau suasana saja maksud itu sudah dicapai. Dengan tengglamnya seseorang dalam peran yang sedang dilatihnya, bukanlah itu sudah merupakan pengalihan dari kerutinan? Jelasnya dia telah melakukan sesuatu yang lain untuk menghilangkan kejenuhan tersebut.
Setelah masa latihan berakhir, disusul oleh pementasan. Kenyataan yang ada dalam pementaan adalah “buah” dari latihan. Buah dari suatu perencanaan yang matang tentu saja melahirkan kepuasan dari para seniman teater. Disamping kedpuasan batin ini, pertunjukan juga dapat berfungsi sebagai suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup anggotanya. Misalnya dengan munculnya sponsor-sponsor. Atau pertunjukan, juga bisa berfungsi sebagai misi persahabatan antar grup, lembaga bahkan juga antar Negara. Bagi penonton sendiri suatu pementasan (pertunjukan) fungsi utamanya sebagai hiburan.
Keritik sesudah pementasan sering dilupakan orang. Padahal ini juga berfungsi penting dalam kelancaran hidupnya kesenian teater ini. Keberadaan kritik bagi pihak yang melakukan pementasan akan merasakan bahwa kehadirannya memang ada, artinya tidak berlalu begitu saja dari ingatan penontonnya. Dari kritik-kritik yang dikemukakan oleh para pengamat (penonton) tentu saja kritikan obyektif, pihak yang mempersembahkanpementasan akan mengetahui letak kekuatan dan kelemahannya. Hal ini bisa merangsang kelompok untuk berkarya dan berkarya lagi. Kritik inipun bisa pula jadi sumber perbandingn bagi kelompok lain untuk pementasannya. Kritik juga menjembatani hubungan antara karya itu sendiri denagn penonton (masyarakat). Sehingga keterpencilan seni teater dari masyarakat seperti yang saring dikeluhkan akan hilang, serta keluhan teater mencari penonton akan berubah menjadi penonton yang menunggu teater.
Meskipun telah diuraikan betapa pentingnya kegiatan teater, toh dalam kenyataannya kegiatan ini masih tetap lesu. Sebabnya pun bisa bermacam-macam. Mungkin saja imbalan honornya tidak sebesar honor penulisan bentuk lain. Bisa juga karena pihak yang dikritik malah membalas dengan ketidak pedulian. Atau hasil nyata untuk menarik peminat juga tidak tampak. Hal ini juga diakui Rendra, tokoh teater Indonesia yang punya kharisma besar dalam kalangan penonton, bahwa ia juga tidak mampu menyedot penonton lebih dari dua kali pertunjukan berturut-turut.
Untuk mengatasi kelesuan ini, lalu dipopulerkan suatu cara, diskusi sesudah pementsan. Cara ini bukan tidak punya hambatan. Sering terjadi penonton bubar bersamaan dengan selesainya pementasan. Atau Tanya jawab berlangung secara santai, tidak serius. Akibatnya baik penanggap maupun yang menaggapi tidak merasa puas. Karena sifatnya omong-omong, maka pembicaraan kadang-kadang jadi tidak terarah. Tapi bagaimanapun kegiatan ini masih tetap punya umpan balik pada yang dibahas.
Terdapat tiga jenis kegiatan berteater. Pertama kegiatan penciptaan, keduakegiatan pementasan dan ketiga kegiatan penilaian. Memang ada kecendrungan untuk menganggap bahwa yang paling penting dari ketiga kegiatan itu adalah pementasan. Sehingga kegiatan yang lain kurang mendapat perhartian. Padahal semua kegiatan itu sama pentingnya dan sama mampunya, untuk menyumbangkan manfaat bagi kegiatan teater itu sendiri.
Yang dimaksud dengan kegiatan penciptan disini adalah penciptaan naskah (karya sastra). Pencipta bisa saja orang teater sendiri, bisa juga satrawan lain diluar dunia ini. Pada umumnya di Indonesia naskah drama lebih banyak diciptakan oleh pengarang yang pada mulanya aktif dalam penulisan novel, cerpen dan puisi. Mutu naskah yang dihasilkan bisa saja sama baiknya.
Baik naskah drama maupun nondrama, bersumber dari pengamatan pengarang terhadap kehidupan manusia. Banyak masalah muncul dalam kehidupan manusia, seperti: kelahiran, kematian, kegelisahan, harapan dan sebagainya. Naskah drama memilih satu diantara persoalan yang menimbulkan konflik. Sebab konflik kemanusiaan merupakan dasar (hakekat) sebuah drama. Konsep ini dikembangkan oleh Ferdiana Brunetiere menjadi “low of drama” yang berpokok bahwa lakon harus menghidupkan pernyataan dari kehendak manusia mengahadapi dua kekuatan yang saling ber oposisi (Herymawan: 6). Katakanlah bahwa naskah drama mengekspos pebenturan antara suatu keinginan dengan kekuatan lain yang menentang terwujudnya keinginan itu.
Bagi pengarang, kegiatan ini berfungsi sebagai penyaluran daya cipta. Karyanya merupakan perwijudan dan penyimpulan dari pengetahuan dan pengamatan terhadap lingkungan. Selanjutnya kegiatan seperti ini menyebabkan pengarang berkembang kepribadiannya. Bukan saja karena ia telah berhasil menyatakan dirinya tetapi ia juga akan mempengaruhi orang lain. Misalnya grup-grup teater, mereka akan teransang perproduksi, sebab naska tersedia.
Pementasan berarti kegiatan mengangkat naskah ke pentas. Secara garis besar kegiatan ini dapat ibadi menjadi dua tahap, yaitu saat latiahan dan pementasan (pertunjukan) itu sendiri . Tentu saja latihan baru bisa dilaksanakan kalau segala sesuatu yang berkaitan telah dirancang dengan matang. Misalnya sutradara telah selesai dalam tugasnya menghayati maskah, menentukan pemain, menyusun jadwal latihan dan mengorder petugas-petugas.
Masa latihan memberikan berbagai manfaat pada pengikutnya. Masa ini tidak saja berperan sebagai masa untuk menyalurkan kreatifitas, membina kekompakan kelompok, sebagai arena diskusi bahkan juga sebagai tempat rekreasi.
Seperti diketahui penemtasan drama merupakan penggabungan berbagai bentuk kesenian. Ada Senirupa (dekorasi), seni merias wajah dsb. Penggabungan ini tentu saja menghendaki perencanaan, sehingga penciptaan setiap bagian tidak saling bertabrakan, sebab semuaunsur pdnunjang ini membantu dalam memproyeksikan naskah ke pentas. Baik dari segi pengungkapan watak, penampilan emosi cerita maupun menarik perhatian dan mempengaruhi jiwa penonton.
Kekompakan grup harus sudah diawali sejak masa latihan. Kekompakan akan terwujud apabila setiap individu menyadari tugas dan bertanggungjawab terhadap kelancaran tugas tsb. Setiap pengingkaran tanggungjawab akan menyebabkan kegiatan macet, latihan tidak jadi atau nanti pertunjukan tidak sempurna. Disamping itu kedisiplinanpun memegang peran penting. Perlu adanya ketaatan menepati jadwal, sehingga tidak ada waktu terbuang. Apabila tanggungjawab dan disiplin ini telah mengakar pada setiap anggota grup, maka hilanglah segala persaingan, kecengengan yang tidak perlu, maka akan muncullah kecendungan untuk meninggikan kepentingan grup lebih tinggi dari kepentingan sendiri. Akhirnya semboyan: pertunjukan harus jalan, apapun yang terjadi tidak lagi merupakan sesuatu yang tak mungkin dicapai.
Diskusipun dapat dilakukan selama latihan. Ide utama memang datang dari sutradara. Tetapi itu tidak berarti bahwa tertutup kemungkinan untuk ide yang lain, yang mungkin datang dari pemain, penata pentas atau dari petugas lain. Arena diskusi selalu memberi kesempatan untuk mempertanyakan segala sesuatu, baik keefektifannya maupun segi keindahan gerak atau dialog dan kemungkinan-kemungkinan lain. Dengan demikian latihan yang diikuti dengan diskusi bisa jadi arena pembentukan kepibadian, tempat untuk belajar mendengarkan pendapat orang lain, sekaligus menguji dan menilai seberapa jauh pengetahuan seseorang terhadap dunia yang sedang disibukinya. Orang bisa saja mengatakan bahwa akhirnya waktu untuk latihan akan habis untuk diskusi dan mungkin saja hasilnya tidak akan lebih baik. Orang yang berpendapat begini tentu lupa, bahwa sutradara tetap merupakan tokoh pelerai, tempat memulangkan semua masalah. Bukankah penyutradaraan yang terbaik adalah penyutradaraan yang demokratis?
Kerutinan sering merupakan kejenuhan. Pada taraf ini orang butuh rekreasi. Butuh pertukaran suasana. Untuk berekreasi orang tidak selalu harus ke pantai (laut) atau ke gunung. Dengan selingan kegiatan atau suasana saja maksud itu sudah dicapai. Dengan tengglamnya seseorang dalam peran yang sedang dilatihnya, bukanlah itu sudah merupakan pengalihan dari kerutinan? Jelasnya dia telah melakukan sesuatu yang lain untuk menghilangkan kejenuhan tersebut.
Setelah masa latihan berakhir, disusul oleh pementasan. Kenyataan yang ada dalam pementaan adalah “buah” dari latihan. Buah dari suatu perencanaan yang matang tentu saja melahirkan kepuasan dari para seniman teater. Disamping kedpuasan batin ini, pertunjukan juga dapat berfungsi sebagai suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup anggotanya. Misalnya dengan munculnya sponsor-sponsor. Atau pertunjukan, juga bisa berfungsi sebagai misi persahabatan antar grup, lembaga bahkan juga antar Negara. Bagi penonton sendiri suatu pementasan (pertunjukan) fungsi utamanya sebagai hiburan.
Keritik sesudah pementasan sering dilupakan orang. Padahal ini juga berfungsi penting dalam kelancaran hidupnya kesenian teater ini. Keberadaan kritik bagi pihak yang melakukan pementasan akan merasakan bahwa kehadirannya memang ada, artinya tidak berlalu begitu saja dari ingatan penontonnya. Dari kritik-kritik yang dikemukakan oleh para pengamat (penonton) tentu saja kritikan obyektif, pihak yang mempersembahkanpementasan akan mengetahui letak kekuatan dan kelemahannya. Hal ini bisa merangsang kelompok untuk berkarya dan berkarya lagi. Kritik inipun bisa pula jadi sumber perbandingn bagi kelompok lain untuk pementasannya. Kritik juga menjembatani hubungan antara karya itu sendiri denagn penonton (masyarakat). Sehingga keterpencilan seni teater dari masyarakat seperti yang saring dikeluhkan akan hilang, serta keluhan teater mencari penonton akan berubah menjadi penonton yang menunggu teater.
Meskipun telah diuraikan betapa pentingnya kegiatan teater, toh dalam kenyataannya kegiatan ini masih tetap lesu. Sebabnya pun bisa bermacam-macam. Mungkin saja imbalan honornya tidak sebesar honor penulisan bentuk lain. Bisa juga karena pihak yang dikritik malah membalas dengan ketidak pedulian. Atau hasil nyata untuk menarik peminat juga tidak tampak. Hal ini juga diakui Rendra, tokoh teater Indonesia yang punya kharisma besar dalam kalangan penonton, bahwa ia juga tidak mampu menyedot penonton lebih dari dua kali pertunjukan berturut-turut.
Untuk mengatasi kelesuan ini, lalu dipopulerkan suatu cara, diskusi sesudah pementsan. Cara ini bukan tidak punya hambatan. Sering terjadi penonton bubar bersamaan dengan selesainya pementasan. Atau Tanya jawab berlangung secara santai, tidak serius. Akibatnya baik penanggap maupun yang menaggapi tidak merasa puas. Karena sifatnya omong-omong, maka pembicaraan kadang-kadang jadi tidak terarah. Tapi bagaimanapun kegiatan ini masih tetap punya umpan balik pada yang dibahas.
Kesimpulan
Siapapun dan sebagai apapun posisi yang diambil dalam rentetan kegiatan berteater, tetap dapat diambil manfaat dari kegiatan itu. Menyadari hal ini sayogianyalah kegiatan ini dapat merangsang minat para pemuda. Keberadaan makalah ini diharapkan pula para mahasiswa akan lebih mengintensifkan seni teater yang telah ada bibit-bibitnya di kampus masing-masing. Sebab ternyata seni teater (drama) sangat berguna untuk membentuk kepribadian khususnya pengembangan mental masyarakat seperti:
1. Bermanfaat untuk menggerakkan aspek-aspek kejiwaan kearah sifat-sifat yang baik (menolak hal-hal atau tindakan-tindakan yang kurang baik secara berani dan penuh pertimbangan).
2. Mengembangkan daya kreatif, sebagai dasar adanya langkah-langkah produktif masyarakat.
3. Cakap dan aktif dalam kegiatan jasmani terutama aspek-aspek kejiwaan misalnya:
a. Menanggapi gejala-gejala social budaya maupun bidang profesi.
b. Memberikan analisis terhadap masalah-masalah yang ditemui dalam masyarakat.
4. Memiliki apresiasi seni, terutama dalam seni teater (drama).
Akhirnya penulis mengharapkan kegairahan teater kampus akan bermula dari kegiatan anda. Semoga!
Siapapun dan sebagai apapun posisi yang diambil dalam rentetan kegiatan berteater, tetap dapat diambil manfaat dari kegiatan itu. Menyadari hal ini sayogianyalah kegiatan ini dapat merangsang minat para pemuda. Keberadaan makalah ini diharapkan pula para mahasiswa akan lebih mengintensifkan seni teater yang telah ada bibit-bibitnya di kampus masing-masing. Sebab ternyata seni teater (drama) sangat berguna untuk membentuk kepribadian khususnya pengembangan mental masyarakat seperti:
1. Bermanfaat untuk menggerakkan aspek-aspek kejiwaan kearah sifat-sifat yang baik (menolak hal-hal atau tindakan-tindakan yang kurang baik secara berani dan penuh pertimbangan).
2. Mengembangkan daya kreatif, sebagai dasar adanya langkah-langkah produktif masyarakat.
3. Cakap dan aktif dalam kegiatan jasmani terutama aspek-aspek kejiwaan misalnya:
a. Menanggapi gejala-gejala social budaya maupun bidang profesi.
b. Memberikan analisis terhadap masalah-masalah yang ditemui dalam masyarakat.
4. Memiliki apresiasi seni, terutama dalam seni teater (drama).
Akhirnya penulis mengharapkan kegairahan teater kampus akan bermula dari kegiatan anda. Semoga!
Buk Nang juga menulis sebuah Novel Berjudul “Mengurai Rindu” penerbit Rahima Intermedia Publishing, Yogyakarta 2012 dengan nama penulis Nang Syamsuddin, selamat membaca, menikmati dan meresapi. Satu lagi novel buk Nang dengan judulPenari kampus menyusul.